Rabu, 02 Juni 2010

BAG I

Jangan katakan sesuatu itu di telingaku karna aku tak ingin mendengarnya lagi. Jangan luapkan emosi mu pada ku karna aku bukan kacung mu.




Malam telah tiba Bintang mulai tampak kerlipanya, aku tau malam ini pasti banyak menyimpan kejutan cerita dari kejutan kejutan sebelumnya. Aku percaya, ku yakinkan di dalam hati karna aku ingin bahagia bukan meraung karna beban fikiran yang tak kunjung usai. Nama ku Fladika Vernando, usiaku 20 Tahun. Aku terbiasa hidup seperti ini, hidup mencari kebenaran yang sesungguhnya tersimpan dalam diri aku.

Pelan pelan aku menapaki koridor jalan raya yang amat sunyi. Hanya beberapa Mobil yang melintas dalam beberapa waktunya. Gumpalan asap putih menggelembung keluar dari dalam mulutku membentuk huruf ‘o’ di udara. Mataku melihatinya sampai ia bukan suatu yang pantas untuk aku lihat. Kulihat arloji di lengan kananku, pukul satu dini hari. Aku tak memeperdulikan waktu itu berputar karna ku tak terlalu menghiraukannya. Aku terus menapaki koridor jalan yang sunyi itu. Ku hirup kembali rokok itu hingga tarikan terakhir lalu aku mencampakannya.

Aku lihat di sebelah kanan pojok di balik tembok sepasang kekasih sedang bercinta di malam yang pekat ini. Mungkin dia seorang Cabo, Pecun, Perek, Lonte atau apalah namanya. Perbuatan yang memalukan, perbuatan yang tak mau mengeluarkan modal untuk menyewa sebuah kamar hotel kelas bawah yang hanya beberapa puluh ribu. “ Anjrit……” ku ambil kaleng minuman yang kemudian aku isi dengan batu dan kulemparkan ke arah mereka.
“ klenteng……………………” aku melemparnya.
“ woi, ngapain loe.” Seseorang berteriak kearah ku. Aku tak menoleh aku langsung berlari kencang. Sepertinya mereka mengejar ku. Aku terus berlari hingga aku terjebak dalam kepungan mereka. Aku berdiri di tengah tengah mereka. Tapi aku tak takut karna aku percaya aku pasti bisa. Dan ini adalah resiko hidup dijalanan.
“ ngapain loe tadi?!” Tanya pria yang berambut panjang. Tampangnya lumayan menakutkan, tapi bukan untuk aku. Tapi untuk para Anjing yang sok galak pada orang orang. Ciuh……………
“ bukan urusan kalian.” Nafasku masih tersengal sengal
“ mau cari ribut rupanya loe……” kecam si botak. Aku meliriknya sinis, mana tau ia mau menyerang ku aku bisa langsung siaga dengan serangannya.
“ aku gak mau cari ribut. Tapi kalau itu mau kalian aku jabani dah.”
“ cari mati loe. Jangan salahin kita kalau loe mati di tangan kita.” Belum selesai si botak itu bicara padaku, sesuatu yang amat keras menghantam tubuhku dari belakang hingga aku terjatuh. Belum sempt aku melawan mereka sudah menyekap tangan ku dan si botak itu menghajarku dengan tiada henti hentinya. Aku tak mampu melawan, mereka ada tiga orang dan aku kalah sebelum aku bertarung. Perutku terasa amat sakit karna bogeman laki laki botak itu. Dia menghajar wajah ku dan terus menghajar. Aku hampir tak berdaya saat itu. Sepertinya inilah akhir dari perjalanan hidupku di jalanan.
Mobil patroli medan barat berkeliling kota dan ini kesempatan aku untuk mencari pertolongan. Aku menjerit sekuat kuatnya hingga mobil Patroli itu kembali, ketiga preman itu menyadari akan kedatangan mobil patroli dan mereka langsung melarikan diri dari tangkapan polisi. Dan aku terjatuh di aspal hingga tak berdaya. Polisi itu keluar dari dalam mobil dan menghampiri diriku.
“ selamat malam. Bisa saya lihat KTP anda.” Kata seorang polisi. Aku lihat di seragamnya flet nama polisi itu. Jamaludin. Aku mengeluarkan dompet dan ku serahkan kartu identitasku.
“bagaimana kalau kamu ikut kami kekantor polisi dulu untuk membersihkan luka anda.” Tawar polisi yang satunya lagi. Aku mencoba bangkit dari ketidak berdayaan ku.
“ tidak usah pak. Saya bisa sendiri, terima kasih telah menolong saya.” Kutinggal kedua polisi patroli itu aku pun kembali berjalan dengan wajah yang memar dan tak berdaya. Ku dengar dari belakangku mobil patroli itu pergi meninggalkan TKP dan aku kembali mengumpat.
“ taik… gara gara pecun sialan itu gua harus di keroyok teman teman lonte itu. Aarkkkkkkkkghhh………” histeris ku di pinggir jalan di atas tortoar malam itu. Aku terus berjalan menapaki setiap inci jalanan.

Langkah ku berhenti di sebuah club yang bertuliskan d’satra yang tak lain adalah salah satu tempat diskotik yang terkenal di koa ini. Hangar bingar music Dj sudah mulai terasa sampai kejantung, akupun tak ragu ragu lagi untuk masuk kedalam diskotik itu. Lampu disko bermain dengan indah semuanya menikmati musik yang dimainkan Dj Rasta yang sangat memacu adrenalin jiwa untuk bersenang senang ria. Ku pesan segelas minuman yang kadar alkholnya sedikit keras dari yang biasanya aku minum. Di meja dansa seorang penari sedang mengespresikan dirinya dengan detakan house music yang tak kalah kerenya dengan musik musik yang ada di kota – kota Metropolitan lainya.

Dia adalah Oge wanita yang berumur 20 Tahun dengan tubuh semampai dan rambut yang panjang. Cantik, tapi dia bukan gadis biasa dia seorang Cabo. Kecantikanya terkenal di kalangan pria dewasa seperti Oom yang haus akan sex. Seseorang memegang pundak ku dari belakang, hampir aku refleks dan menghajarnya. Aku menoleh ke belakang, ternyata Arkel teman baik ku yang menghampiri aku. Salam pembuka khas kami terjabat begitu saja.
“ hey……kenapa kamu?!” Tanya Arka sambil memegangi wajahku yang memar karna pukulan. “ anjrit. Pasti dia lagi ya…” maki Arka yang merasa tau siapa pelakunya.
“ Arka. Bukan mereka, aku di kroyok di jalan. Mungkin karna aku terlalu usil.” Jelas ku
“ so loe diam aja. Fladika kamu cerita dong ke aku, ngapain loe sampai kamu di hajar seperti ini?!”
“ ada pecun bercinta gak pada tempatnya. Aku lempar, trus aku dikejar.” Cerita ku.
“ karna itu. Biarlah mereka seperti apas, ntar kamu juga kayak mereka.” Kecam Arka
“ loe mau ngancurin gua?! Medikipe loe ya. Jadi ini arti pertemanan loe selama ini ke gua?!” histeris Fladika
“ ssstttt……… apaan sih. Bukan gitu maksud gua.”
“ taik loe.” Maki ku dan aku pergi meninggalkan Arka.

Dj musik terus berdegup tiada hentinya, terus menemani gemerlapnya malam yang menurut mereka indah. Aku tak melihat lagi kearah Arka, mungkin aku sedang emosi jadi salah megartikan perkataan Arka. Tapi kalau itu benar Arka sudah keterlaluan. Aku melirik kearah Rasta, ia mengasih kode untuk aku menunggu di meja 21. karna itu tempat tongkrongan kami setiap kali Rasta Ferfome di Club ini. Aku mengangguk, disana aku kembali bertemu dengan Arka. Dia melihati aku dan aku belagak tak memperdulikanya. Sengaja aku tak duduki di bangku biasa aku dudukin karna aku males melihat wajahnya untuk saat ini.
“ loe marah Dik?” Tanya Arka dengan sedikit teriak. Maklumlah musik disini itu kencang banget, jadi kalau kita ngmong seperti biasa kita bicara gak bakalan kedengaran dah.
“ enggak………” jawabku ketus. Aku tak melihat kearahnya, mataku lebih terfokus kearah wanita yang sedang menari diatas meja.
“ ayolah kawan, loe salah paham sama gua. Gak mungkinlah aku ngancurin loe. Kita teman, kurang jelas.” Jelas Arka. Rasta pun berdiri didepan kami dengan gaya khasnya.
“ eits………kenapa loe loe pada?!” heran Rasta yag melihat Arka dan Fladika duduk berjauh jauhan. “ jangan bilang kalau kalian ada something.” Tebak Rasta.
“ kita gak ada masalah.”
“ eh gua kesana dulu ya.” Tunjuk Arka kearah Toilet dan diapun bangkit dari duduknya. Rasta duduk di sebelah Fladika yang sedang melayang fikiranya.
“ kayaknya beberapa hari ini adalah hari hari terberat loe.” Bisik Rasta
“ maksud loe?” tanyaku ketus
“ lihat loe malam ini, kacau.” Sindir Rasta
“ malam ini gua mau hefun. Jadi simpen cloteh elo yang gak penting itu.” Somasi Fladika
“ ok. Gua tau cara buat loe Hefun malam ini.” Ucap Rasta sinis. Di ujung Fladika melihat Arka bersama seorang gadis. Mesra, bercumbu di depan umum. Wanita itu seperti tidak asing lagi dimata, sesuatu yang dikenal. Tapi entah siapa. Aku terus mengamatinya dan hingga mereka masuk kedalam Toilet diskotik yang selalu menyimpan cerita tentang Dunia malam. Aku bangkit dari duduk ku.
“ mau kemana loe?!” Tanya Rasta saat aku hendak bangkit mau menghampiri Arka.
“ toilet.” Ucapku singkat hingga Rasta tak mengintrogasikan aku lagi. Aku mempercepat langkahku menuju ke toilet diskotik itu. Orang orang berlalu lalang di depan pintu toilet ini. Apa sudah tidak ada lagi aturan yang mengarahkan toilet wanita dan pria itu berbeda?!

Di dalam toilet……………
Wanita itu duduk diatas Kloset yang bersandarkan kedinding toilet. Arka menggendong wanita itu dan menciuminya hingga mengeluarkan salah satu rangsangan yang mungkin dibilang Sex. Mereka terus melakukan lumatan lumatan yang mereka ikuti dari kalangan komunitas orang barat. Aku buka pintu utama Toilet, didalam sepi tak ada orang. Mungkin semuanya pada Making love di dalam toilet toilet yang tertutup ini. Aku mencoba mencari dimana mereka berada, aku melihat ke satu persatu toilet.
Toilet pertama………
Aku melihat seorang pria botak dan tua sedang bernostalgia dengan seorang Pecun atau apalah namanya.
Toilet kedua………
Seseorang yang sepertinya aku kenal, aku mencoba mengintip dan ternyata didalam adalah Arka dengan seorang wanita yang tak lain aku memang pernah melihatnya. Dia adalah penari terkenal di discotik ini. Oge. Emosiku mulai meluap dan dan menggebu, ku tunjang pintau itu hingga mereka terkejut.
“ anjrit loe ya…………” maki ku yang kemudian aku menarik baju Arka dan menghajarnya. Semua pasangan kekasih Lonte atau apalah namanya keluar dari dalam toilet karna takut keributan ini terdengar polisi dan mggerebek mereka. Dari bibir Arka mengeluarkan darah segar dan begitu juga dengan hidungnya. Aku mendekapnya dengan dinding toilet.
“ tai sama loe, loe bilang kekita kalau kita gak boleh terjebak dengan yang namanya Free Sex dan Narkoba karna itu akan membuat kita terjangkit dengan yang namanya virus HIV/AIDS. Mana janji loe itu, loe malah melanggar semua apa yang loe bilang.” Aku membentak Arka, ia diam tak sedikitpun melawan. Orang orang ramai berdiri di depan toilet melihati mereka. Kulirik pecun itu ia mencoba keluar dari dalm toilet. Aku lepaskan Arka dan sekarang mangsaku adalah wanita ini.
“ elo lagi, loe tu cewek. Ibu loe wanita dan bahkan/mungkin loe juga punya adik cewek. Tapi dimana otak loe sebagai wanita. Elo itu gak lebih dari sampah yang hanya pengen di Fuck dengan cowok cowok kayak dia.” Maki ku pada Cabo itu.
“ bukan gua yang mau, tapi temen loe yang datangi gua”
“anjrit loe…………………………………………………………”
“ gua tarik semua ucapan gua sama loe dan Rasta. Hidup di dunia pergaulan bebas gak mungkin terlepas dengan yang namanya Narkoba dan SEX” Ucap Arka spontan. Rasta menerobos kerumunan orang di toilet kamar mandi.
“ ada apasih ini. Woi………gua Tanya sama kalian.” Bentak Rasta.
“ pertemanan ini selesai.” Ucap Arka lagi
“ selesai. Woi……… pada sadar gak sih dengan apa yang kalian bilang. Ini apa lagi,” bentak Rasta pada orang orang yang berada di depan pintu kamar mandi. “ bubar……bubar……” usir Rasta. Mereka pun bubar dan meninggalkan tempat itu.
“ karna Cabo ini kalian mau menyelesaikan pertemanan kita?! Gila loe pada ya.”
“ gua uda males, berteman sama orang pembual kayak dia.” Tunjuk ku kearah Arka “ kita berbeda. Dan perpedaan itu malam ini menghancurkan kita. Kita jalan sendiri sendiri.” Tegas Fladika.
“ ok kalau itu mau kalian.” Sambung Rasta
“ yah. Dan ketika perbedaan menyelimuti petemanan permainan Sexpun dimulai.” Ucapnya sambil tertawa ketus kearah aku dan Rasta. Ia pergi dengan Cabo itu dan aku males melihat mereka. Dunia kembali hinggar binger………………………………………


Ketika perbedaan menyelimuti permainan sexpun dimulai.